Jumat, 13 April 2012

Munafik


BAB I
PENDAHULUAN
Pada bagian awal Al-Qur’an, Allah SWT mengelompokkan umat manusia kedalam tiga golongan, yakni: Mukmin, Kafir, dan Munafik. Allah SWT menjelaskan ciri-ciri orang beriman (mukmin) secara sangat ringkas. Lalu, ciri-ciri orang kafir cukup dijelaskan dengan satu ayat. Kemudian dilanjutkan dengan menguraikan ciri-ciri orang munafik secara panjang-lebar. Golongan munafik dibahas dengan sangat panjang karena mereka adalah golongan yang paling berbahaya di masyarakat. Oleh karenanya, sangatlah perlu kita mengenali ciri-ciri dan nasib mereka ini.
Perlu dicatat bahwa penggolongan ini didasarkan atas apa yang menjadi keyakinan dan bagaimana mereka menjalaninya tanpa memandang warna kulit, bentuk kesaksian/syahadat–nya, asal-usul, bahasa, bangsa, maupun afiliasi teritorialnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Nifaq

Nifaq merupakan sebuah penyakit yang ganas dan berbahaya bahkan lebih berbahaya dari penyakit AIDS dan HIV, ia dapat menghinggapi di hati setiap muslim, dan penyebab utama mudah terjangkiti penyakit ini dikarenakan ketiadaan iman dan kurangnya pemahaman yang benar tentang Islam. Orang yang terjangkiti virus nifaq ini, disebut munafiq.
Secara istilah syari’at nifaq adalah : “Menampakkan keIslaman dan Kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kefasikan”. Nifaq terbagi menjadi dua jenis yaitu nifaq I’tiqodiy dan nifaq amaliy
1.      Nifaq I’tiqodiy (keyakinan).
 Nifaq I’tiqadiy adalah nifaq besar, di mana pelakunya menampakkan ke-Islaman, tetapi dalam hatinya tersimpan kekufuran dan kebencian terhadap Islam. Jenis nifaq ini menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari agama & khirat kelak ia akan berada dalam kerak Neraka. Allah berfirman:

”Sesungguhnya orang-orang munafik berada dalam kerak Neraka.” (QS. An-Nisa  : 145)

Allah swt mensifati orang-orang munafik dengan banyak sifat, diantaranya kekufuran, tiada iman, mengolok-olok dan mencaci maki agama, seperti dalam firman Allah :”Mereka juga mengata-ngatai agama dan pemeluknya, serta kecenderungan kepada musuh-musuh agama untuk bergabung dengan mereka dalam memusuhi Islam. Orang-orang munafik jenis ini senantiasa ada pada setiap zaman. Lebih-lebih ketika tampak kekuatan Islam dan mereka tidak mampu membendungnya secara lahiriyah. Dalam keadaan seperti ini mereka masuk ke dalam Islam untuk melakukan tipu daya terhadap kaum muslimin secara tersembunyi, juga agar mereka bisa hidup bersama umat Islam dan merasa tenang dalam hal jiwa dan harta benda mereka. Al hasil mereka masuk Islam hanya untuk kepentingan mereka, menyelamatkan harta benda dan nyawa mereka. Karena itu, seorang munafik manampakkan keimanannya kpd Allah, malaika-malaikatNya, kitab-kitab Nya dan hari akhir, tetapi dalam batinnya mereka berlepas diri dari semua itu dan mendustakannya. Allah swt berfirman:

Dan di antara manusia ada yang mengatakan ; Kami beriman kepada Allah dan hari Akhir’ padahal mereka tidak beriman.” (Al-Baqoroh ayat 8).

Nifaq jenis ini ada empat macam :
a.       Mendustakan Rasulullah saw atau mendustakan sebagian dari apa yg beliau bawa.
b.      Membenci Rasulullah saw atau membenci sebagean apa yang beliau bawa.
c.       Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah saw.
d.      Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah saw.

2.      Nifaq ‘amaliy (perbuatan)

Nifaq ‘amaliy yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang-orang munafiq, tetapi masih tetap ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkannya dari agama, namun merupakan washilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam keadaan iman dan nifaq, dan jika perbuatan nifaqnya lebih banyak maka hal itu bisa menjadi sebab terjerumusnya dia ke dalam nifaq sesungguhnya, berdasarkan hadits Nabi saw :
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسلم قالَ: أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا، وِمَنْ كَانَتْ فِيْهِ خَصْلَة ٌمِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا: إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ، وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ، وَإِذَاخَاصَمَ فَجََرَ (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abdullah ibn ‘Amr bahwa Nabi Saw bersabda: “Empat sifat yang barang siapa mengerjakannya, maka ia menjadi munafik tulen, dan barang siapa yang melakukan salah satu dari empat sifat itu, maka di dalam dirinya terdapat sifat nifak sehingga ia meninggalkannya, yaitu: (1) apabila dipercaya, ia berkhianat, (2) apabila berbicara, ia dusta, (3) apabila berjanji, ia tidak menepati, dan (4) apabila bertengkar, ia curang (mau menang sendiri) (HR al-Bukhari dan Muslim).
B.  Tanda-Tanda Orang Munafik

Berdasarkan Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad s.a.w mengatakan :
“Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Yang pertama, apabila berkata-kata, dia berdusta. Kedua, apabila dia berjanji, dia ingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan), dia khianati.”

Berikut adalah ciri-ciri orang munafik menurut Islam.
1.      Dusta
2.      Khianat
3.      Fujur dalam pertikaian
4.      Ingkar janji
5.      Malas beribadah
6.      Riya'
7.      Sedikit berzikir
8.      Mempercepat solat
9.      Mencela orang-orang yang taat dan soleh
10.  Mengolok-olok al-Quran, as-Sunnah, dan Rasulullah s.a.w.
11.  Bersumpah palsu
12.  Enggan berinfak
13.  Tidak menghiraukan nasib sesama kaum Muslimin
14.  Suka menyebarkan khabar dusta, senang memperbesar peristiwa atau kejadian
15.  Mengingkari takdir, selalu membantah dan tidak redha akan takdir Allah s.w.t.
16.  Mencaci maki kehormatan orang-orang soleh
17.  Sering meninggalkan solat berjamaah
18.  Membuat kerusakan di muka bumi dengan dalih mengadakan perbaikan
19.  Tidak sesuai antara zahir dengan batin secara zahir
20.  Takut terhadap kejadian apa saja
21.  Beruzur dengan dalih dusta
22.  Menyuruh kemungkaran dan mencegah kemakrufan
23.  Bakhil dalam masalah kebajikan
24.  Lupa kepada Allah s.w.t.
25.  Mendustakan janji Allah s.w.t. dan RasulNya
26.  Lebih memperhatikan zahir, mengabaikan batin
27.  Sombong dalam berbicara
28.  Tidak memahami masalah-masalah agama
29.  Bersembunyi dari manusia dan menentang Allah dengan perbuatan dosa
30.  Senang melihat orang lain susah, susah bila melihat orang lain senang

C.  Penyebab Terbentuknya Sifat Munafik

Penyakit nifaq/munafik ini akan bertambah parah disebabkan oleh beberapa hal :

o   Akibat keraguan dan keburaman mereka terhadap prinsip agama. Maka penyakit ini akan bertambah manakala menerima kabar tentang cabang-cabang dan hukum-hukum agama, maka kegelapan dan penyakit hari mereka akan bertambah parah.

o   Penyakit ini akan bertambah parah akibat banyaknya wahyu Allah yang membongkar borok dan kejahatan mereka.

o   Telah merupakan sunnah Allah pada alam, manakala suatu penyakit tidak terobati, maka akan bertambah datang penyakit lain. Apalagi penyakit hati lebih ganas dari pada sekedar penyakit jasmani.

o   Keparahan penyakit itu juga disebabkan Allah dan rasulNya yang mereka lakukan dengan kekufuran dan kebencian kepada Allah dan rasulNya. Oleh sebab itu mereka disiksa dengan pedih karena berdusta (QS 2 Al Baqarah : 10). Sungguh mereka berhak mendapat siksa pedih itu akibat perbuatan dan akhlaknya yang jahat dan kotor. Mereka memoles kekufuran dan kebohongan dengan keimanan. Dan Allah tetap mendustakan pengakuan mereka. 

D.   Akibat Sifat Munafik

Memiliki sifat munafik akan membuat sesorang dijauhi oleh orang-orang disekitarnya. Banyak hadits dan firman Allah dalam Al-Qur’an akibat dari memiliki sifat munafik. Berikut ini merupakan firman Allah SWT yang menjelaskan sifat munafik dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 138 dan 145, yang artinya:

“Kabarkanlah kepada orang-orang munafik, bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih” (QS. An-Nisa : 138)
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan paling bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An-Nisa : 145)

Dalam kitab suci Alquranulkarim dan Hadist Nabi Muhammad SAW banyak sekali kita temukan penjelasan tentang akibat dari sifat-sifat munafik. Di antaranya menimbulkan azab atau siksaan yang diderita oleh umat, baik itu berupa siksaan dunia, mungkin juga yang diterima di akherat nanti. Sayangnya, hal ini banyak tidak diketahui oleh umat Islam. Atau mungkin juga ada sebagian mereka yang mengetahuinya, tetapi tidak pernah mengindahkannya.

Firman Allah SWT dalam Alquran surat Al-Baqarah (sapi betina) ayat 8-14 dijelaskan orang munafik itu berkata bahwa mereka beriman kepada Allah dan juga mempercayai pula akan terjadinya hari kiamat. Pengakuan itu adalah tipuan belaka. Buktinya terlihat dari tindakan dan perbuatan mereka dalam hidup keseharian. Lain di mulut lain pula di hati.

Dikatakan kepada mereka: kamu janganlah selalu membuat keonaran, pelanggaran di atas bumi ini. Mereka membantah keras dan mereka mengaku tidak berbuat sekejam itu. Sebaliknya mereka menuduh orang-orang beriman itu bodoh. Karena itu, pada surat Al-Baqarah ayat 10 disebutkan, akibat dari kecongkakan, pelanggaran yang mereka perbuat, Allah SWT menetapkan kepada mereka azab yang pedih.

Di Indonesia, akibat dari kemunafikan itu telah banyak kita rasa kan, mungkin ini peringatan atau azab dari Allah SWT. Peristiwa tragis dan sangat menyedihkan, memilukan hati. Untuk diketahui, setiap peristiwa seperti tsunami, gempa bumi, gunung meletus, banjir, kebakaran, tanah longsor, lumpur Lapindo yang merusak lahan pertanian, rumah penduduk dan banyak lagi menimbulkan kemelaratan rakyat kelas bawah.

Inilah di antaranya akibat-akibat yang ditimbulkan dari sifat dan perbuatan munafik. Hal ini terjadi karena para pelaksana, pejabat pembuat kebijakan undang-undang sudah tidak lagi mengindahkan janji-janji yang mereka ucapkan sewaktu mereka diangkat menjadi pelaksana atau menjabat sesuatu.

E.   Bahaya Munafik

Nifaq seperti kita kemukakan di depan adalah sifat yang sangat berbahaya, baik dunia maupun akhirat. Bahaya nifaq di dunia kembali kepada pelaku dan orang lain, dan di antara bahaya itu adalah:

1.      Kerusakan di muka bumi, ini adalah inti dari bahaya yang ditimbulkan oleh seorang munafiq, jadi nifaq dapat mengakibatkan segala kerusakan bagaimanapun bentuknya, Allah berfirman :

”Ingatlah sesungguhnya mereka itu adalah perusak, akan tetapi mereka tidak merasa.” (QS.Al-Baqoroh : 12)

2.      Tersebarnya fitnah, ini termasuk salah satu bentuk kerusakan yang timbul akibat sifat nifaq, Allah berfirman :

”Andaikan mereka ikut keluar bersama kalian (untuk berjihad), niscaya tidak akan bermanfaat bagi kalian selain hanya akan menambah kerusakan, dan niscaya mereka akan sebarkan fitnah untuk memecah belah kalian.” (QS.At-Taubah : 47)

3.        Perpecahan di antara umat Islam, dan ini adalah salah satu bentuk kerusakan yang sangat besar bagi umat Islam, bukan hanya sekarang dengan munculnya banyak orang yang mengatasnamakan Islam yang memberikan pengaruh hebat di dunia internasional, padahal Islam terbebas darinya, akan tetapi sejak zaman Rasulullah saw, kaum munafiq selalu mencari celah untuk mengadu domba dan memecah belah umat. Allah swt berfirman :

”Dan orang-orang yang membangun masjid untuk membahayakan, serta keingkaran, dan dengan tujuan memecah belah antara orang-orang yang beriman” (QS.At-Taubah : 107) .

F.   Kiat-Kiat Terhindar dari Sifat Munafik

Munafik merupakan sifat tercela yang tidak disenangi oleh Allah, oleh karena itu kita harus mencoba untuk menghindari sifat tersebut. Selain karena tidak disenangi oleh ﺍﻠﻟﻪ, sifat ini juga menyebabkan hubungan antara sesame kita jadi rusak. Berikut beberapa cara yang dapat kita lakukan agar terhindar dari sifat munafik:

1)      Berusaha mendekatkan diri kepada Allah

Kalau kita telah terbiasa dekat dengan Allah, maka kita bisa lebih kuat melindungi diri dari godaan syetan yang akan membujuk kita kepada hal-hal tercela, termasuk sifat munafik ini. Tentu perwujudannya dengan rajin beribadah kepada-Nya agar keimanan bertambah.

2)      Membiasakan diri dalam keadaan  berwudhu’

Hal ini dapat kita upayakan agar terhindar dari tipu daya syetan/nafsu.

3)      Memperbaiki setiap keburukan dengan berbuat baik kepada orang lain.

Contohnya dengan senantiasa memuhasabahi diri, karena jika kita mengingat keburukan diri, maka kita akan malu dan berusaha menghindari sifat buruk tersebut.

4)      Menjauhkan diri dari perbuatan dosa-dosa mulai dari yang kecil-besar.

Karena kita tidak boleh menyepelekan azab Allah.

5)      Senantiasa takut kepada Allah dan menjalin silaturrahim sesama teman.

Sesuai dengan hadits Rasulullah :  ﺇﺘﻗﻮﺍﷲ ﻮﺼﻠﻮﺍﺮﺣﺎ ﻤﻜﻡ

”Takutlah kalian semua kepada Allah  dan sambunglah ikatan silaturrahim.

Jadi, tidak cukup saja hubungan kita dengan Allah  tetapi juga harus disertai dengan hubungan sesama manusia. Dan jika silaturrahim diantara sesama sudah erat, maka kita tidak sanggup lagi untuk mendustai, mengingkari, ataupun mengkhianatinya. Dan kalau kita takut kepada Allah  maka kita tidak berani untuk berbuat munafik.

6)      Senantiasa mengingat kematian

Karena jika kita mati dalam keadaan munafik, tentulah kita manusia yang merugi.

7)      Senantiasa menjaga lisan

Karena di dalam hadits dikatakan : ﺃﻛﺜﺭﺧﻄﺎﻴﺎﺍﺑﻦﺁﺪﻡﻔﻰﻟﺴﺎﻨﻪ

“Kesalahan terbanyak bagi anak Adam adalah yaitu pada lisannya.”

Kebanyakan orang berbuat munafik disebabkan karena lisannya. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dulu atau berfikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Kalau tidak berhati-hati, bisa jadi kita keceplosan berbohong, mengingkari janji ataupun mengkhianati seseorang.

Di dalam menjaga lisan, tentu ada beberapa upaya lagi yang harus kita lakukan, yaitu sebagi berikut :

a.       Tidak mudah menguber janji; dalam artian harus melihat situasi dan kondisi terlebih dahulu, apakah kita sanggup memenuhi janji atau tidak. Jika tidak, tolaklah dengan sopan, tanpa menyinggung perasaan orang lain.

b.      Menghindari perilaku bergunjing, karena bergunjing terkadang membuat seseorang lupa diri, lupa waktu, yang membuat kita terkadang keceplosan mengatakan aib orang lain yang seharusnya kita jaga dengan baik.

c.       Berkata seperlunya; karena kalau berkata yang tidak penting akan membuang-buang energi saja dan terkadang membuat kita berbohong dan sebagainya.

d.      Bicara apa adanya, dalam artian berbicara sesuai dengan fakta, tanpa menambah, mengurangi ataupun dibuat-buat.

8)      Mengingat bahwa Allah  Maha Melihat, Mendengar, Mengetahui, dan Mengawasi kita.

Dalam artian selalu merasa diawasi oleh Allah dimanapun kita berada. Sehingga munafik pun kita, pasti Allah mengetahuinya. Jadi, jika kita telah merasa diawasi oleh-Nya, tentu kita tidak berani berbuat munafik. Apalagi kita tahu bahwa Allah sangat membenci sifat tersebut.

9)      Meneladani Sikap Rasulullah SAW

Seperti mengucapkan ﺇﻨﺸﺂﺃﷲ   ketika berjanji, tanpa semata-mata untuk menghindari diri dari janji, tapi berarti 99,99% bermakna ‘ya.’ Karena semua yang ada di dunia ini hanya Allah  yang menghendaki.
Seperti sikap jujur Rasul, sikap amanahnya Rasul, dan sikapnya yang tidak pernah mengingkari janji.

10)  Memohon Kepada Allah  Setiap Saat.

Untuk menguatkan keimanan kita kepada Allah, karena hanya Dia yang patut disembah dan dimintai pertolongan. Misalnya ketika hampir tidak sanggup lagi memikul amanah. Tidak menerima amanah yang kita rasa tidak sanggup memikulnya, karena jika kita tidak sanggup maka cenderung akan mengkhianati amanah tersebut.

G.  Penanaman Akhlaq Pada Anak

Orang tua bertanggung-jawab di hadapan Allah ‘Azza Wa Jalla tentang pendididkan dan pembinaan anak-anak mereka. Bila orang tua telah mengemban tanggung-jawab itu dengan baik, semua akan berbahagia di dunia dan akhirat. Sebaliknya, bila orang tua mengesampingkannya, anak-anak akan menghadapai kondisi buruk dan orang tua akan menanggung beban dosa atas kelalainnya itu. Aspek penting dalam pengembangan anak untuk menghindari sifat munafik  adalah:

1.      Pembinaan moral mereka.

Pembinaan akhlak anak-anak mesti dilakukan sejak dini supaya kecenderungannya dalam menyukai kebaikan tetap terjaga. Dengan itu, anak-anak akan menjadi insan-insan terpuji nantinya, dan sumber kebahagiaan dan ketenangan orang tua mereka serta mendatangkan kebaikn abagi mereka, di dunia sebelum di akhirat. Jadi, mendidik anak termasuk amalan shaleh yang dapat digunakan oleh orang tua untuk mendekatkan diri kepada Allah‘Azza Wa Jalla dan pahalanya akan mengalir terus-menerus sebagaimana sedekah jariyah. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alai Wa Sallam bersabda : “Jika seorang anak Adam meninggal, ia akan putus diri dari seluruh amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya (HR. Muslim)”.

Yang perlu digarisbawahi di sini, bahwa Islam telah mengajarkan seluruh akhlak yang baik. Bahkan seluruh ajarannya memang berbasis perbaikan akhlak manusia secara menyeluruh. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alai Wa Sallam bersabda: “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad).

2.      Penanaman  sifat jujur

Kejujuran, salah satu sifat terpenting dalam kepribadian seorang anak dan sekaligus nantinya akan menjadi pertanda keimanannya. Pasalnya, kejujuran (ash-shidqu, Arab) lawan dari berdusta (al-kadzib) yang merupakan salah satu karakter menonjol orang-orang munafik. Allah ‘Azza Wa Jalla memerintahkan berkata jujur dan melarang kedustaan. Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar”. (QS. At-Taubah /9:119)

Keluarga Muslim bertanggung-jawab penuh di hadapan Allah ‘Azza Wa Jalla untuk mengambil peran utama dalam menanamkan sifat jujur dan seluruh akhlak yang terpuji pada kepribadian semua anggota keluarganya, baik yang dewasa maupun yang masih kanak-kanak. Pasalnya, sifat terpuji ini (kejujuran) salah satu faktor utama yang mendatangkan ketentraman hidup dalam rumah dan keindahan akhlak serta keteguhan perilaku yang baik lainnya.

Syaikh Muhammad Jamil Zainu Rahimahullah mengatakan,”(kewajiban orang tua) Membiasakan anak-anak untuk jujur dalam ucapan dan perilaku mereka dilakukan dengan cara kita (orang tua) tidak berdusta kepada anak-anak meski saat bercanda dengan mereka, jika kita (orang tua) menjanjikan mereka (sesuatu), maka kita (orang tua) harus memenuhinya”. Dengan melekatnya sifat jujur pada anak, akan terbentuk insan-insan yang selalu berbuat ikhlas, tidak suka cari muka, jauh dari niat buruk dan selalu berkata benar.

3.      Penanaman  sifat amanah

Sifat ini sangat tinggi dan penting kedudukannya dalam Islam dimana al-Qur’an menyebutkan bahwa amanah mencakup seluruh aspek perintah dan larangan dalam Islam. Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman :

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” (QS. An-Nisa/4:58).

Amanat adalah segala hal yang dipercayakan kepada seseorang dan ia dituntut untuk menjalanknnya. Allah memerintahkan untuk menjalanknnya dengan sempurna. Termasuk dalam makna amanat ialah amanat memegang kekuasaan, kekayaan atau rahasia dan lainnya. Orang yang diserahi amanat untuk mengemban sesuatu, maka harus wajib memeliharanya dengan baik, karena amanat tidak bisa dijalankan kecuali denga cara memeliharanya. Dalam ayat lain, Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul Muhammad dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui “(QS. Al-Anfal/8:27).

Kejujuran termasuk bagian dari amanah dan pelengkapnya. Hal ini dapat diketahui bahwa Rasullullah Shallallahu ‘Alai Wa Sallam menggandengkan antara amanah dan kejujuran dalam hadits sebagai sifat seorang Mukmin, dan dua sifat yang bertolak belakang dengannya (dusta dan khianat) termasuk tanda nifak. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alai Wa Sallam bersabda: tanda orang munafik ada tiga; jika bicara ia berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanah ia berkhianat (HR. al-Bukhari)

Atas dasar itu, menjadi kewajiban orang tua untuk membiasakan diri mereka dan anak-anak untuk menjaga amanah dan memperingatkan mereka dari khianat dan dampak buruknya. Termasuk memrintahkan mereka untuk menjaga hak-hak orang dan barang milik mereka yang mereka temukan di tengah jalan, meskipun harganya tidak seberapa dalam pandangan kita. Orang tua harus mendidik ank-anak agar tidak punya keinginan untuk memiliki barang milik orang lain sekalipun berada di tengah jalan tanpa diketahui pemiliknya. Justru sebaliknya mengajak mereka untuk mencari pemiliknya sedapat mungkin. Ini akan menggoreskan pelajaran mendalam pada jiwa anak di kemudian hari untuk tidak pernah berharap memiliki barang miliki orang lain apalagi sampai mengambilnya dengan cara-cara haram.

4.       Membiasakan lisan mereka untuk berkata-kata yang baik saja

Mendidik anak untuk hanya berkata-kata yang baik dan menjauhi ungkapan-ungkapan buruk bagian dari akhlak mulia yang diajarkan oleh Islam melalui al-Qur’an dan Hadits. Rasullullah Muhammad Shallallahu ‘Alai Wa Sallam telah menguhubungkan antara keimanan dan ucapan baik yang keluar dari mulut seseorang dalam sabdanya :

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, hendaknya ia berkata yang baik atau diam (saja)” (HR. al-Bukhari).

Orang tua yang hendak mendidik anak untuk menjaga lisan dari celaan, umpatan, dan kata-kata kotor lainnya, maka harus menempuh empat cara:

a.       Orang tua terlebih dulu harus menjauhi ucapan-ucapan yang buruk secara mutlak. Sebab, mereka itulah cermin dan teladan bagi anak-anak.”Sesungguhnya indahnya kepribadian pendidik dan kedua orang tua di depan anak-anak adalah bentuk tarbiyah (pendidikan) yang terbaik”.

b.      Mengajarkan anak-anak dan mengingatkan mereka dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘Alai Wa Sallam yang mengajak untuk menjaga lisan dari ucapan-ucapan yang tidak baik, setiap kali mereka membutuhkan peringatan

c.       Melakukan pengingkaran saat anak-anak mengeluarkan kata-kata yang buruk dan tidak senonoh.

d.      Memilihkan teman pergaulan yang baik dan menjauhkannya dari teman pergaulan yang buruk, agar anak-anak terjaga dan terlindungi. Maka, menjadi kewajiban orang tua untuk mengawasi teman-teman pergaulan anak-anak mereka dan memperingatkan anak-anak jangan sampai berkawan dengan orang-orang yang berperilaku buruk. Ibrahim al-Harbi Rahimahullah mengatakan,”Kerusakan pertama pada anak terjadi karena kawannya”. (Dzammul Hawa, Ibnul Jauzi).

5.      Anak-anak harus dijauhkan dari benih-benih penyimpangan

Menjadi tugas dan tanggung jawab orang tua untuk menjauhkan anak-anak dari benih-benih penyimpangan. Man syabba’ala sya’in syaba ‘alaih demikian bunyi pepatah Arab yang bermakna siap yang tumbuh denga pola hidup tertentu, maka ia akan terbiasa dengan itu di masa tuanya. Maka, mata rantai penyimpangan hendaknya diputus sejak dini pula. Kelahiran anak yang meupakan salah satu pengaruh adanya sebuah perkawinan yang sah menjadi amanah bagi kedua orang tuanya. Secara riil, pelaksanaan amanah ini di antaranya dengan mendidik mereka dengan ajaran-ajaran Islam dan mengajarkan mereka hal-hal yang mereka butuhkan dalam urusan agama dan dunia mereka.

H.  Nilai-Nilai Edukatif

                 I.            Pendidikan moral yang efektif harus melalui pembiasaan dan peneladanan. Jika orang tua dan guru/pendidik memberi keteladanan yang baik dalam berkata, berjanji, dan mengemban amanah, niscaya siswa akan mengikutinya.

              II.            Pendidikan moral harus membuahkan integritas pribadi yang bermoral tangguh, sehingga tidak mudah terjerembab dalam kemunafikan.

           III.            Sejarah mengenai orang-orang munafik yang pernah merongrong kekuatan Islam dari dalam setidak-tidaknya memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa kita harus selektif dalam bergaul dan berinteraksi dengan orang munafik di manapun dan kapanpun.

BAB III
KESIMPULAN
·         Secara istilah syari’at nifaq adalah : “Menampakkan keIslaman dan Kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kefasikan”
·         Nifaq terbagi menjadi dua jenis yaitu nifaq I’tiqodiy dan nifaq amaliy
·         Berdasarkan Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi Muhammad s.a.w mengatakan :
“Tanda orang-orang munafik itu ada tiga keadaan. Yang pertama, apabila berkata-kata, dia berdusta. Kedua, apabila dia berjanji, dia ingkari. Ketiga, apabila diberikan amanah (kepercayaan), dia khianati.”
·         Penyakit nifaq/munafik ini akan bertambah parah disebabkan oleh beberapa hal :
§  Akibat keraguan dan keburaman mereka terhadap prinsip agama
§  Penyakit ini akan bertambah parah akibat banyaknya wahyu Allah yang membongkar borok dan kejahatan mereka.
§  Keparahan penyakit itu juga disebabkan Allah dan rasulNya yang mereka lakukan dengan kekufuran dan kebencian kepada Allah dan rasulNya.
·         Akibat dari sifat-sifat munafik di antaranya menimbulkan azab atau siksaan yang diderita oleh umat, baik itu berupa siksaan dunia, mungkin juga yang diterima di akherat nanti
·         Bahaya nifaq/munafik di antaranya adalah:
Ø  Kerusakan di muka bumi
Ø  Tersebarnya fitnah
Ø  Perpecahan di antara umat islam
·         Berikut beberapa cara yang dapat kita lakukan agar terhindar dari sifat munafik :
o   Berusaha mendekatkan diri kepada Allah
o   Membiasakan diri dalam keadaan  berwudhu’
o   Memperbaiki setiap keburukan dengan berbuat baik kepada orang lain.
o   Menjauhkan diri dari perbuatan dosa-dosa mulai dari yang kecil-besar.
o   Senantiasa takut kepada Allah dan menjalin silaturrahim sesama teman.
o   Senantiasa mengingat kematian
o   Senantiasa menjaga lisan
o   Mengingat bahwa Allah  Maha Melihat, Mendengar, Mengetahui, dan tahu bahwa Allah sangat membenci sifat tersebut.
o   Meneladani sikap Rasulullah SAW
o   Memohon kepada Allah  setiap saat.
·         Aspek penting dalam pengembangan anak untuk menghindari sifat munafik  adalah:
v  Pembinaan moral mereka.
v  Penanaman  sifat jujur
v  Penanaman  sifat amanah
v  Membiasakan lisan mereka untuk berkata-kata yang baik saja
v  Anak-anak harus dijauhkan dari benih-benih penyimpangan
·         Pendidikan moral yang efektif harus melalui pembiasaan dan peneladanan. Jika orang tua dan guru/pendidik memberi keteladanan yang baik dalam berkata, berjanji, dan mengemban amanah, niscaya siswa akan mengikutinya.
·         Pendidikan moral harus membuahkan integritas pribadi yang bermoral tangguh, sehingga tidak mudah terjerembab dalam kemunafikan.
·         Sejarah mengenai orang-orang munafik yang pernah merongrong kekuatan Islam dari dalam setidak-tidaknya memberikan pelajaran berharga bagi kita bahwa kita harus selektif dalam bergaul dan berinteraksi dengan orang munafik di manapun dan kapanpun.


DAFTAR PUSTAKA



0 komentar:

Posting Komentar